Rabu, 12 Desember 2012

kisah cinta sehidup semati

dari mohamad rizaldi

INILAH KISAH CINTA SEHIDUP SEMATI


Kisah Cinta Sejati Sehidup Semati
Mungkin pasangan ini adalah bukti
tentang adanya cinta sejati sehidup dan
semati. pasangan Cleda dan Rosemond
Frell Blair membuktikannya. mereka
bersumpah tidak akan terpisahkan hidup
dan mati. dan ternyata sumpah mereka
itu terkabul.
Hanya enam belas jam setelah Cleda, 95
tahun, menghembuskan napas


terakhirnya di sebuah rumah pensiun
Idaho, pekan lalu,sa

ng suami Rosemond
94 tahun juga meninggal dunia.
"Mereka selalu bersama-sama," ujar
putra pasangan itu, Boyd Blair, 68 tahun.
"Keduanya tidak terpisahkan dalam hidup
dan saya kira juga tidak dapat dipisahkan
di tempat yang lebih baik."

Bertemu sebagai siswa sekolah
menengah di Lewiston Utah, keduanya
jatuh cinta dan memutuskan menikah.
Kisah cinta mereka selamat dari Perang
Dunia II, dan hingga memiliki 2 anak, 12
cucu dan 32 cicit.

Setelah PD II, Frell yang bekerja sebagai
seorang mekanik membangun sebuah
rumah di Idaho setelah kembali dari
Kepulauan Pasifik pada tahun 1946.
Beberapa tahun belakangan pasangan
harmonis ini tinggal di komunitas pensiun
agar lebih dekat dengan keluarga mereka.
Cleda menjalani perjuangan panjang
melawan kanker payudara saat
kesehatan sang suami menurun darstis.

Putra mereka, Boyd, mengatakan sebelum
ibunya meninggal, ayahnya memegang
tangannya dan menangis. Beberapa jam
kemudian, sang ayah pun menyusul.
Dalam obituari bersama untuk Cleda dan
Frell, kerabat terdekat mengatakan,
mereka menghormati hubungan
pasangan Blair, bukan hanya dalam
kematian tetapi juga dalam kehidupan.

"Warisan mereka adalah cinta dan
komitmen satu sama lain dan itulah yang
akan paling diingat keluarga."
Fenomena ini juga terjadi pada pasangan
yang menikah selama 65 tahun. Marjorie
Landis meninggal dunia setelah
menyerah pada penyakit yang
menderanya. James, sang suami
kemudian meninggal dunia dua jam
kemudian karena serangan jantung.
Keluarga percaya kematian James karena
"patah hati".

Menjadi bagian dari romantisme turun
temurun, sindroma patah hati baru-baru
ini dibuktikan secara ilmiah. Sebuah
laporan pada 2005 di New England
Journal of Medicine menyebut fenomena
cardiomyopathy stress, yaitu trauma
jantung yang dipicu pelepasan hormon
stres dengan cepat.

Dalam beberapa kasus, hormon stres
yang dilepaskan 30 kali lipat pasien
normal. Dr Ilan Wittstein mengatakan,
"Menurut teori kami, saat trauma tubuh
menghasilkan gelombang hormon stres
dalam jumlah besar untuk berjuang atau
menyerah, reaksi yang penting bagi
kelangsungan hidup," ujar Wittenstein.

Bila diproduksi terlalu cepat, hormon ini
bisa langsung menuju jantung dan
merugikan otot jantung. Dari studi
terhadap 250 pasien ditemukan 2 persen
pasien mengalami sindroma patah hati.
Studi terbaru juga menemukan, risiko
kematian mendadak dalam 24 jam
setelah kehilangan pasangan adalah 16
kali lebih tinggi dari biasanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar